Kode Etik Beternak Hamster
By: Andi Nursaiful
Photo Credit: Andi Nursaiful

Ketika Hamster pertama kali masuk ke
Indonesia (diperkirakan pada tahun 1996), dalam waktu singkat banyak orang yang
tiba-tiba tertarik menjadi peternak hamster. Alasan utama karena hamster memang
sangat mudah diternakkan. Terhitung 18-21 hari sejak dikawinkan (mating), induk
betina akan segera melahirkan pups (sebutan untuk bayi-bayi hamster) antara 6-8
bayi.
Dalam rentang waktu 18-21 hari berikutnya,
sang induk kembali akan melahirkan bayi-bayi baru. Terutama jika tetap
menggabungkan jantan di kandang betina. Bahkan jika jantan dipisah sekalipun,
masih sangat terbuka kemungkinan betina kembali melahirkan (berkat kemampuan
betina untuk menimbun sperma).
Fakta tentang produktivitas luar biasa dari
hewan kecil nan imut ini, sekaligus menyimpan sisi negatif. Ibarat pedang
bermata dua, hobiis dan penyuka hamster dalam waktu singkat juga bisa mengalami
over populasi. Ujung-ujungnya, pensiun dini pun tak terhindarkan!
Di sisi lain, minimnya pengetahuan akan
seluk beluk hamster, termasuk spesies, varian, dan genetikanya, membuat kondisi
perhamsteran di Indonesia makin lama bukannya makin maju, namun justru semakin
terpuruk.
Ini lantaran kualitas hamster yang
dihasilkan, baik oleh para peternak massif, peternak kecil-kecilan, peternak
kagetan, hingga hobiis dan para pemelihara kagetan, umumnya masih jauh dari
standar hamster sehat dan berkualitas. Yang lebih parah dan memiriskan hati,
berbagai macam spesies disilang secara serampangan, baik di sengaja maupun
tidak disengaja, disadari maupun tidak. Walhasil, kemurnian spesies hamster di
Tanah Air saat ini sudah sangat diragukan.
Berangkat dari kondisi itu, saya menemukan
sejumlah tulisan yang bisa sangat bermanfaat bagi siapa saja yang merasa
tertarik dan terpanggil untuk membenahi kondisi hobi perhamsteran di Indonesia.
Tulisan ini mencoba merangkum “kode etik”
yang sebaiknya dimiliki dan diterapkan oleh siapa saja yang mencoba menernakkan
hamster, baik dalam skala kecil maupun besar, baik sekadar iseng ataupun secara
tak sengaja.
Salah seorang peternak hamster asal
California, AS, bernama Nichole Royer, berpendapat bahwa
Para peternak maupun hobiis hamster sudah
seharusnya memiliki tanggung jawab. Bukan saja tanggung jawab untuk
menghasilkan hamster yang elok dan berwarna indah dipandang mata, tapi yang
terpenting adalah sehat.
Khusus bagi mereka yang merasa sudah
menjadi peternak hamster, memiliki tanggung jawab untuk “protect and preserve”
hamster, dalam pengertian menjaga kemurnian dan kelangsungan berbagai spesies
hamster. Seorang breeder mendapatkan pengakuan jika hamster yang diproduksi di
peternakannya adalah hamster-hamster yang berkualitas.
Etika
Umum Memelihara Hamster
1.
Menjamin bahwa hamster yang dipelihara berada di lingkungan pemeliharaan
yang sudah sesuai dengan kebutuhan fisik, emosi, dan psikologi hamster.
Termasuk kandang, nutrisi yang baik dan benar, dan perawatan kesehatan secara
rutin.
2.
Memiliki tanggung jawab dan kecintaan sebagai pet owner
3.
Belajar dan mencari pengetahuan tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan hamster dan pemeliharaannya.
Etika
Beternak Hamster
a.
Paham dan mengerti mengenai spesies dan variasi hamster yang akan
diternakkan, termasuk temperamen, dan karakter setiap induk yang akan
diternakkan.
b.
Hanya mengawinkan hamster yang sudah memasuki usia matang untuk
berproduksi, berada dalam kondisi sehat, bebas dari penyakit turunan, bebas
dari parasit, dan berkarakter bagus.
c.
Segera menghentikan produksi pada indukan yang diketahui menghasilkan
anak-anak yang berpenyakit bawan, seperti back flipping, pacing, circling, dan
bertemperamen buruk.
d.
Tidak memaksakan menjodohkan sepasang hamster yang ternyata sangat sulit
dipasangkan.
e.
Memastikan bahwa induk yang tengah hamil dan menyusui bisa tercukupi
kebutuhannya secara standar, mulai dari nutrisi, bedding, kandang, dan
kebutuhan emosional/psikologis.
f.
Demi menjaga kesehatan reproduksi induk betina, sebaiknya memisahkan
jantan segera setelah dipastikan induk betina sudah hamil.
g.
Memisahkan anak-anak hamster sesuai jenis kelamin pada dua kandang yang
berbeda demi menjaga perkawinan pada usia muda.
Etika
Berjualan Hamster
a.
Tidak menjual anakan hamster Syrian di bawah umur 1 bulan, dan tidak
menjual anakan hamster dwarf (Campbell, WW, Hibrid, Roborovski) di bawah 25
hari.
b.
Memisahkan hamster betina dan jantan pada kandang yang berbeda
c.
Tidak menumpuk hamster dalam kandang yang sempit pada display
d.
Hanya menjual hamster yang sehat, dan menjamin kondisi kesehatan hamster
pada saat dijual
e.
Memastikan bahwa pembeli sudah paham dengan hamster yang dipilih,
termasuk soal asal usul genetika indukan.
f.
Membekali pembeli dengan pengetahuan mendasar tentang pemeliharaan dan
perawatan hamster. Terutama mengenai tingkat produktivitas hamster yang sangat
tinggi.
g.
Siap menjawab dan membantu konsultasi kepada pembeli kapan saja diminta.
h.
Saat menjual kepada calon breeder baru, bersedia berbagai ilmu dan
pengetahuan demi menjamin bahwa tidak akan ada hamster yang lahir dalam kondisi
yang salah.
Etika memelihara, beternak, dan berjualan
hamster yang dipaparkan di atas, merupakan etika yang dipatuhi oleh para
peternak di negara-negara maju. Beberapa di antaranya saya tambahkan dan saya
kurangi untuk penyesuaian dengan kondisi di Tanah Air.
Yang terang, etika di atas merupakan
pandangan pribadi saya. Meskipun terlihat ideal, dan terkesan sok idealis,
sebetulnya itu belum apa-apa dibanding etika yang dimiliki oleh sejumlah
peminat, pemerhati, dan peternak hamster lainnya.
Sebut contoh, Linda Price, President of
California Hamster Association (CHA), yang juga peneliti dan juri kontes
hamster internasional, malah memiliki pandangan yang lebih ekstrem lagi.
Menurutnya, ada ratusan ribu hamster mati
setiap tahunnya hanya karena pemiliknya tidak paham soal memelihara hamster
dengan baik dan benar. Jutaan hamster lainnya berdesak-desakan di berbagai
petshop dan lapak hamster dalam kondisi yang memprihatinkan. Sebagian mungkin
menunggu giliran sebagai santapan makan malam ular.
Oleh sebab itu, ia menegaskan bahwa “hanya
ada satu alasan yang bisa diterima” untuk menernakkan hamster. Yaitu, untuk menghasilkan anakan hamster yang
lebih bagus dan lebih berkualitas dari kedua indukannya. Prinsip ini banyak
dianut oleh peternak hewan peliharaan lain, seperti kucing, anjing, kuda, dll.
Saya kutip kalimatnya, “Breeding is and
should be far more than just putting two hamsters together. All the babies should be healthy and should
be good pets… not JUST nice pets and that are MORE than healthy…”
Baginya, berternak hewan apapun, mengandung
unsur seni yang tinggi. Peternak jangan hanya bertujuan menghasilkan “a nice
pet” tapi juga mampu memproduksi “Beautiful example of its variety.”
Bagaimana jika Anda menjadi peternak
hamster dalam rangka bisnis? Inipun sah dan tidak ada hukum positif apapun yang
melarang. Cuma, Anda harus camkan baik-baik apakah bisnis beternak hamster
memang menguntungkan?
Saya kutip Linda lagi, “If you breed
quality hamsters in a responsible manner and if you provide for all their needs
to the best of your ability, you cannot make significant money.”
Artinya, bahkan di luar negeri sekalipun,
memproduksi hamster berkualitas dan
mempertahankan kualitas itu dengan segala perawatan yang maksimal, ternyata
tidak menguntungkan. Lebih besar modal dari uang yang bisa diperoleh.
Sebaliknya, “If you skimp, if you provide
the minimum of everything, the least
expensive feed (grain or inexpensive dog food), cheap bedding (cedar or pine),
clean out as rarely as possible, breed in huge numbers, and sell to the
commercial pet industry (pet stores), you can make money. You would not,
however, be considered an ethical or responsible breeder. “
Kira-kira begini maksudnya: Kalo mau
mengejar keuntungan, produksilah hamster sebanyak mungkin, kasih makanan paling
murah (di Indonesia bisa pur babi atau pur ayam), pakai bedding paling murah,
tidak perlu rajin membersihkan kandang, dan jual ke pet shop atau ke pasar
hewan dengan harga grosir. Dan jangan pedulikan etika dan tanggung jawab.
Tapi menurut saya, kondisi kedua ini tidak
berlaku di Indonesia, di mana begitu banyak orang kini beramai-ramai ikut
beternak hamster. Pada akhirnya, pasar jenuh dan harga pasaran pun terjun bebas
tak terkendali. Ujung-ujungnya, semakin banyak hamster yang mati sia-sia
lantaran tidak juga sampai ke tangan pemelihara.
Peternak dan pedagang hamster yang bisa
survive dalam bisnis, hanyalah mereka yang melakukan ekstensifikasi bisnis
dengan berdagang berbagai macam produk yang berkaitan dengan hamster maupun
hewan peliharaan lainnya. Semata-mata beternak dan berdagang hamster saja,
dalam skala apapun, menurut saya, cepat atau lambat akan padam secara bisnis.
Ada juga alasan lain orang menernakkan
hamster, yaitu ingin memproduksi warna lain untuk memperbanyak koleksi. Menurut
Linda, “Breeding JUST to make more of that color is not an acceptable goal.”
Dan saya setuju!

Beternak hamster memang bukan sekadar
memproduksi warna lain. Di Indonesia, tidak ada warna yang masuk kategori
langka, kecuali Campbell Argente Black Eye dan derivasinya. Dan tidak ada warna
yang terlalu sulit untuk diproduksi. Beternak hanya untuk mengejar warna tanpa
mempedulikan faktor kesehatan, temperamen, dan kesesuaian spesies, bukan lah
beternak secara bertanggug jawab.
Saya pun sangat sepakat bahwa “Breeding any
kind of an animal is an art form….!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar